Dermatitis Kontak: Menyingkap Rantai Reaksi Fisik Kulit Terhadap Alergen

Kulit kita adalah garis pertahanan pertama tubuh, namun terkadang ia dapat bereaksi berlebihan terhadap zat tertentu yang bersentuhan dengannya. Kondisi ini dikenal sebagai dermatitis kontak, suatu peradangan kulit yang terjadi akibat kontak langsung dengan iritan atau alergen. Memahami bagaimana rantai reaksi fisik ini terjadi adalah kunci untuk mengelola dan mencegah kekambuhan kondisi yang seringkali menimbulkan rasa tidak nyaman ini.

Dermatitis kontak terbagi menjadi dua jenis utama: dermatitis iritan dan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak iritan terjadi ketika kulit terpapar zat yang secara langsung merusak sel-sel kulit, seperti deterjen kuat, pelarut, atau asam. Sementara itu, dermatitis alergi adalah respons sistem kekebalan tubuh yang tertunda terhadap alergen. Pada kasus alergi, paparan pertama mungkin tidak menimbulkan gejala, tetapi tubuh menjadi “sensitif”. Pada paparan berikutnya, sistem imun menganggap alergen sebagai ancaman dan memicu respons peradangan. Sebagai contoh, seorang pekerja pabrik bernama Pak Budi (40 tahun) sering mengalami dermatitis iritan pada tangan akibat cairan pelarut, yang memburuk setiap hari Senin karena paparan berulang.

Rantai reaksi fisik pada dermatitis kontak dimulai ketika alergen menembus lapisan kulit. Sel-sel imun, seperti sel Langerhans, mengenali zat asing tersebut dan mempresentasikannya kepada sel T. Sel T kemudian memproduksi sitokin dan zat kimia lain yang memicu peradangan. Hal ini menyebabkan gejala khas seperti kemerahan, bengkak, gatal hebat, hingga terkadang timbulnya lepuhan atau kulit mengelupas. Tingkat keparahan reaksi bervariasi tergantung pada jenis alergen, durasi dan intensitas paparan, serta sensitivitas individu. Menurut data dari Pusat Informasi Kesehatan Kulit pada tanggal 15 Mei 2025, reaksi alergi nikel adalah salah satu pemicu dermatitis kontak alergi paling umum di kalangan wanita muda.

Pencegahan adalah kunci utama dalam mengelola dermatitis kontak. Langkah pertama adalah mengidentifikasi secara akurat zat pemicu melalui riwayat paparan atau tes alergi seperti patch test yang dilakukan oleh dokter kulit. Setelah pemicu diketahui, penghindaran kontak adalah yang terbaik. Jika kontak tidak dapat dihindari sepenuhnya, penggunaan alat pelindung diri seperti sarung tangan atau pakaian pelindung sangat dianjurkan. Penanganan medis untuk meredakan gejala meliputi penggunaan krim kortikosteroid, antihistamin, dan pelembap. Dokter kulit, dr. Ayu Lestari, Sp.KK, dalam sebuah seminar online pada hari Sabtu, 25 Januari 2025, menekankan pentingnya membersihkan kulit setelah paparan dan menjaga hidrasi kulit. Bahkan, pada beberapa kasus, edukasi pencegahan bisa melibatkan koordinasi dengan instansi pemerintah, seperti dinas kesehatan atau tenaga pengawas ketenagakerjaan, untuk memastikan keamanan bahan di lingkungan kerja.

Memahami dermatitis kontak dan rantai reaksinya membantu individu untuk lebih proaktif dalam melindungi kulit mereka, mencegah kekambuhan, dan menjaga kualitas hidup yang lebih baik.

Mungkin Anda juga menyukai